Belajar Masa Lalu Dari Anak PAUD

 🐝 *Setetes Madu*

05 Desember 2020/  19 Rabiul Akhir 1442 H


"Saya bukan seseorang yang malu dengan masa lalu saya. Saya sebenarnya sangat bangga. Saya tahu saya membuat banyak kesalahan, tetapi itu semua, pada gilirannya, adalah pelajaran hidup saya." (Drew Barrymore) 

Sahabat, ada anak usia dini sedang bermain terigu. Sebagaimana umumnya anak kecil, rasa ingin tahu dan imajinasi  mereka sangat tinggi.

Setiap benda di tangannya bisa menjadi bahan percobaan untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka.

Seperti anak yang saya lihat itu, dia menjadikan terigu untuk memenuhi rasa keingintahuan dan imajinasinya. 

Dia menumbuk-numbuk terigu yang sudah halus dan tidak mungkin akan menjadi halus lagi. Tetapi, anak itu terus menumbuknya sambil bergumam "Terigunya biar halus....."

Walhasil, lantai, baju, kaki dan tangan anak itu belepotan dengan terigu. Meski begitu ia terus menumbuknya. Hingga akhirnya, tumbukannya berhenti. 

Tangan yang awalnya digunakan menumbuk berpindah ke matanya, ia mengucek kedua matanya yang terkena semburan terigu. 

Bukan hilang rasa perihnya. Yang ada ia menjadi menangis sambil menutupi matanya dan berteriak "Mamah perihhh.... "

Sahabat, dari anak kecil dengan terigunya itu ada satu pelajaran penting untuk kita. Jika diibaratkan, terigu yang ditumbuknya sebagai masa lalu dan anak kecil itu adalah kita. 

Maka pelajarannya adalah janganlah kita mengingat-ngingat, menyesali, dan meratapi masa lalu yang tidak mungkin kembali lagi. Apapun peristiwanya hendaknya kita lupakan. 

Jika peristiwa pahit, selalu kita ingat dan sesali. Maka kita akan seperti anak kecil itu. Hanya menyusahkan, memberantakan, dan mengotori diri sendiri dan lingkungannya. Sekuat apapun terigu ditumbuk, dia sudah jadi terigu. 

Cocoknya, ambil air, telur, mentega, gula, dan kacang. Kemudian aduk bersama terigu itu, lalu masukkan ke pemasak kue. 

Setelah matang, nikmati bersama secangkir susu kambing, teh, jus buah, atau kopi lampung kesukaan kita. Ini baru cara mantap memperlakukan terigu. 

Begitu pun dengan peristiwa masa lalu. Bukan disesali dan diratapi, tetapi jadikan sebagai sarana untuk memperbaiki diri di waktu sekarang dan masa depan. 

DR. Aid al-Qarni dalam bukunya "Laa Tahzan" mengingatkan : 

"Membaca kembali lembaran masa lalu hanya akan memupuskan masa depan, mengendurkan semangat, dan menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga."


Wallahu'alam. 

Selamat beraktifitas, sahabat. 

Semoga Allah Swt memberikan kita hidayah, sehingga kita dapat terus berproses untuk memperbaiki keadaan diri terutama kualitas ketakwaan dan keimanan kita sebagai modal utama menuju masa depan kita yang abadi.. Aamin yaa robbal alamin. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunci Kebaikan dan Keburukan

Keyakinan yang Menyembuhkan

Indahnya Keadaan Orang Mumin