Non Fiktif, Terkadang Manusia Seperti Iblis

 🐝 *Setetes Madu*

10 Desember 2020/  24 Rabiul Akhir 1442 H


Sahabat, ada cerita jenaka tentang seorang ahli anak dengan seorang tukang perahu. Sang ahli hendak menyeberang pulau menaiki perahu si tukang perahu. 

Di tengah perjalanan sang ahli, yang dari pertama sudah memandang sinis si tukang perahu, bertanya tentang anak. 

"Bapak, apakah kamu punya anak?", dijawab oleh si nelayan, "Alhamdulillah, saya punya anak tiga bu sudah besar-besar."

Si ahli bertanya lagi, "Kamu tahu gak tentang tumbuh kembang anak?", si tukang perahu menjawab "Tidak tahu bu." 

"Bagaimana sih kamu, punya anak, udah tua, tapi gak tahu tumbuh kembang, sia-sia waktu kamu, mati saja kamu." Kata si ahli membully si tukang perahu. 

Si ahli kembali bertanya, "Kamu tahu ga bahwa anak itu memiliki golden age?."  Si tukang perahu menjawab "Tidak tahu bu."

Kembali dengan sinis si ahli membully si tukang perahu. "Bagaimana sih punya anak tapi gak tahu tentang golden age, orang tua payah kamu, sia-sia waktumu, mati saja kamu."

Si ahli bertanya lagi, "Bapak  tahu tentang motorik halus anak." Si tukang perahu  menjawab "Tidak tahu bu."

Kembali dengan sinis si ahli membully si tukang perahu "Orang tua payah kamu, udah tua, anak udah besar ga tahu motorik halus, sia-sia sekali usiamu, mati saja kamu." 

Begitu terus hingga beberapa pertanyaan si tukang perahu selalu menjawab tidak tahu dan si ahli selalu membullynya dengan sinis. 

Hingga tetiba datang angin kencang dan laut bergelombang. Si tukang perahu bertanya kepada si ahli anak. 

"Ibu, perahu kita pasti terbalik. Apakah ibu bisa berenang?." Si ahli itu menjawab "Tidak, saya tidak bisa berenang."

"Bagaimana sih ibu, udah tua, tapi gak bisa berenang, sia-sia umur dan ilmu ibu, mati saja kamu." Kata si tukang perahu dengan polosnya. 

Sahabat, cerita itu hanyalah fiktif, tetapi sering non fiktif di kehidupan kita. Tidak sedikit orang yang meremehkan orang lain berdasarkan pengetahuan dan pengalaman pribadinya. 

Padahal setiap orang memiliki keutamaan, karakteristik, pengetahuan, dan pengalaman hidupnya masing-masing. Yang pastinya berbeda juga keahliannya. 

Sangat banyak orang tua yang tidak lulus Sekolah Dasar berhasil mendidik anak-anaknya menjadi Sarjana, Master, Doktor, Profesor, dan hafiz quran, dengan caranya tanpa mengenal teori tumbuh kembang anak. 

Maka janganlah kita memandang rendah orang lain. Bisa jadi yang kita pandang rendah memiliki beribu-ribu keutamaan, sebagaimana pesan Jalaludin Rumi : 

Jangan kau seperti iblis, hanya melihat air dan lumpur ketika memandang Adam. Lihatlah di balik lumpur, beratus-ratus ribu taman yang indah!” (Maulana Jalaluddin Rumi) 

Dalam Alquran pun disebutkan bahwa setiap orang memiliki keutamaannya masing-masing. 

"Katakanlah (Muhammad), "Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing." Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya."

(QS.Al-Isra, ayat 84)


Wallahu'alam. 

Selamat beraktifitas, sahabat. 

Semoga Allah Swt mempersatukan hati kita, terutama orang-orang yang berada selingkungan dengan kita. Hingga berkah, mudah, hidup kita dan melimpah rizki kita. 

Aamin yaa robbal alamin. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunci Kebaikan dan Keburukan

Keyakinan yang Menyembuhkan

Indahnya Keadaan Orang Mumin