Pelajaran Dari Air yang Lembut
๐ *Setetes Madu*
29 Desember 2020/ 14 Jumadil Awal 1442 H
Sahabat, mungkin pernah mendengar kisah seorang pemuda yang tidak cerdas, selalu kesulitan dalam belajar, tetiba menjadi seorang ilmuwan ternama karena mendapat pelajaran dari air yang lembut.
Ilmuwan tersebut sangat terkenal di dunia ilmiah, terutama dunia Islam. Beliaulah Ibnu Hajar Al Asqalani, yang banyak menghasilkan karya fenomenal berjumlah 282 kitab.
Padahal dahulunya ia adalah pemuda yang tidak cerdas, selalu kesulitan dalam belajar, sehingga memutuskan berhenti sekolah dan pulang ke kampung halamannya.
Pada perjalanan pulang itulah ia melihat batu yang keras dapat berlubang oleh setetes air. Ia amati fenomena alam itu, hingga ia mendapatkan inspirasi dan motivasi, lalu ia memutuskan untuk kembali ke sekolahnya.
Ia berpendapat jika air yang lembut saja dengan perlahan, setetes demi setetes, dapat menghancurkan batu. Maka pasti otaknya pun yang keras dapat luluh dengan ketekunan belajar.
Begitulah kisah singkat Ibnu Hajar Al Asqalani dengan setetes air dan batu. Dari fenomena air yang dilihatnya itu kita dapat mengambil beberapa pelajaran sebagai filosofi kehidupan.
Kita tahu air bersifat lembut, adapun batu bersifat keras. Ini menunjukan bahwa kelembutan dapat menghancurkan kekerasan.
Kita sering mendengar atau menyaksikan langsung betapa banyak orang yang hatinya keras dapat luluh oleh kelembutan. Seperti seorang suami yang keras dan jelek perangainya menjadi baik karena kelembutan istrinya.
Kelembutan juga sebagai tanda adanya kehidupan. Adapun keras tanda kematian. Seperti kita, ketika wafat tubuh kita akan keras, kaku, dan sulit digerakan.
Tetapi saat hidup, tubuh kita lembut dapat digerakan sesuai kehendak kita atau hal lain yang menggerakannya.
Sama seperti dedaunan. Daun yang hidup bersifat lembut. Adapun daun yang mati bersifat keras dan mudah dihancurkan. Begitu pun dengan ranting.
Air yang lembut bukan sekadar sebagai tanda adanya kehidupan, melainkan juga mendukung kehidupan. Ada pun keras menghalangi kehidupan.
Sebagaimana seorang wanita yang subur, akan dapat dibuahi ketika organ reproduksinya lembut oleh air. Yang membuahinya pun air yang sangat lembut. Kebalikannya, organ reproduksi yang tidak berair sangat sulit untuk dibuahi, bahkan mustahil.
Fenomena itu menunjukan bahwa air yang lembut sebagai pendukung kehidupan yang baru, tanpanya tidak akan ada regenerasi.
Air ketika lembut pun mudah dipindahtempatkan, tetapi ketika berubah menjadi es yang keras, sangat sulit untuk dipindahtempatkan. Artinya kelembutan itu dapat beradaptasi, adapun yang keras sulit beradaptasi.
Singkatnya, dari air yang lembut kita dapat belajar :
1. Yang lembut dapat menghancurkan yang keras.
2. Kelembutan tanda adanya kehidupan, adapun kekerasan tanda kematian.
3. Kelembutan mendukung kehidupan yang baru, adapun kekerasan menghalangi kehidupan yang baru.
4. yang lembut mudah beradaptasi. Yang keras sulit beradaptasi.
Maka jika kita ingin dapat menghadapi kerasnya kehidupan, ingin jiwa kita senantiasa hidup dan dapat menghidupkan jiwa-jiwa yang lain, serta mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan, hendaknya kita belajar untuk memiliki kelembutan seperti air.
Lembut bukan berarti lemah, karena air yang dihalangi beton besar yang keras pun dapat mencapai tujuan dan siklusnya tetap berjalan.
"Dan Allah menurunkan dari langit air dan dengan air itu dihidupkannya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah Swt) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran)." (QS. An-Nahl ayat 65)
Wallahu'alam.
Selamat beraktifitas, sahabat.
Semoga Allah Swt senantiasa menganugerahi kita kelembutan sebagaimana lembutnya hati Rasulullah Saw yang berhasil menaklukan kerasnya dunia dan menghidupkan jiwa-jiwa yang sezaman dan hingga akhir zaman.. Aamin yaa robbal alamin.
Komentar
Posting Komentar